Tanggapan PHRI soal Varian Omicron: Optimistis Industri Perhotelan Tetap Positif
ihgma.com, Jakarta – Merebaknya kasus varian baru COVID-19, yakni varian Omicron menjadi perhatian banyak negara di dunia. Walau demikian, Ketua Pelatihan Sumber Daya Manusia Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Alexander Nayoan, menyatakan pihaknya tetap optimistis varian baru tersebut tidak mengganggu sektor industri hotel dan restoran di Indonesia.
“Untuk Omicron ini kita belum tahu, ya, dengan persis seperti apa dan bagaimana, ya. Jadi, seperti di awal saya katakan kita tetap positif bahwa Indonesia itu pariwisata dan bisnis (perhotelannya) tetap meningkat. Regardless bentuk COVID-19-nya apa,” ujarnya, dalam webinar “Bobobox Market Outlook: Outdoor Travel Experience” yang digelar Selasa (30/11).
Pria yang akrab disapa Alex itu mengatakan, varian baru COVID-19 seakan ‘melunak’ bila dibandingkan negara-negara lainnya. Hal ini dikarenakan Indonesia yang memiliki iklim tropis.
“seperti kita ketahui sehebat-hebatnya COVID-19 di negara dingin, begitu sampai di Indonesia menjadi lebih lunak. Sudah di-confirm pak (Presiden) Jokowi, berdasarkan penelitian virus COVID-19 di negara tropis itu tidak seganas di negara yang ada musim dingin. Di Eropa itu COVID-19 merajalela karena ada musim dingin, apa pun flu itu musim dingin akan lebih merajalela,” tutur Alex.
Meski begitu, Alex mengimbau bahwa pihak hotel dan restoran untuk tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
“Saya setuju dengan Pak Henky (Henky Manurung, Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), bilamana akan berpergian apakah 3M maupun 5M harus dipatuhi, (aplikasi) Peduli Lindungi harus dijalankan baik wisatawan maupun pelaku semuanya,” katanya.
Tren Wisatawan dan Industri Perhotelan di 2022
Lebih lanjut, Alex juga memprediksi industri perhotelan di 2022 akan tetap tumbuh, meski sebelumnya terkena dampak akibat pandemi.
Melansir Kumparan, “dari pandangan kami di pariwisata, tentunya di 2022 khususnya di dunia perhotelan sangat positif, bahwa bisnis bisa berjalan lancar. Kita sudah lihat di tahun 2020 bisnis menurun drastis, dan tahun 2021 ini walaupun sempat ada PPKM sempat meningkat di beberapa daerah ada PPKM 3, 2, 1 di beberapa daerah itu sudah meningkat lagi terutama di Pulau Jawa dan Sumatera,” papar Alex.
Meski begitu, okupansi hotel di setiap daerah mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan.
“Sayangnya (peningkatan okupansi) di Bali dan di Nusa Tenggara, di Sulawesi itu belum begitu nampak perkembangannya, tapi sudah mulai ada pergerakan menuju ke atas. Hal ini terjadi karena pergerakan manusianya atau wisatawannya semakin meningkat,” lanjutnya.
Di sisi lain, sukses atau tidaknya pemulihan industri perhotelan juga bergantung dengan kesigapan pemerintah. Sebagai contoh, pengumuman penerapan PPKM Level 3 di seluruh daerah dari jauh-jauh hari sebelumnya tentu bisa memberikan reminder kepada pihak hotel, bagaimana mereka bergerak atau menerapkan strategi lainnya.
“Di bidang perhotelan terutama tetapi di pihak lain, kami sangat senang bahwa ini sudah dikasih tau sebelumnya dibandingkan kemarin yang diberi tahu beberapa hari sebelumnya. Jadi kita sudah bisa mempersiapkan dan sudah bisa mulai membuat strategi penjualan yang tepat dan benar,” ujar Alex.
“Kalau pemerintah melakukan hal-hal begini, kita dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Saya yakin 2022 itu akan sukses besar untuk seluruh Indonesia. Jadi, kami di dunia hotel dan restoran dan wisata yang lainnya sudah lebih siap mempersiapkan diri,” tambahnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Henky Manurung, mengungkapkan wisatawan domestik diprediksi akan menjadi andalan dalam pemulihan pariwisata Indonesia ke depan.
“Terjadi tren-tren positif, kami sebut dengan liburan aman. Liburan aman itu orang akan sangat taat 3m dan tidak boleh lalai dan tidak boleh luput. Akomodasi dan perusahaan pariwisata sudah melaksanakan prokes sangat kuat,” ujar Henky.
Wisatawan domestik juga dinilai akan jadi market penting ke depannya. Sebab, pembukaan perbatasan internasional membutuhkan waktu dan regulasi yang ada.
“Kita boleh mencatat 98 kita krisis yang mendorong pariwisata adalah wisnus (wisatawan nusantara). Pada saat bom bali, pada saat krisis ekonomi di 2008, dan ini di 2022 kita harapkan kita tumbuh bersama warga Indonesia sendiri. Kita tumbuh dan kita bangkit bersama keluarga sendiri, dan kita harapkan pembukaan border ini jadi booster untuk pariwisata ke depannya,” pungkas Henky.