IHGMA NTB Sebut Percuma Harga Hotel Murah kalau Tidak Ada Permintaan
ihgma.com, Lombok – Ketua Indonesian Hotel General Manager Association Nusa Tenggara Barat (IHGMA NTB) Ernanda A. Dewobroto mengatakan, banyak hotel di NTB yang masih bertahan dengan membanting harga penjualan.
Kendati demikian, menurut dia hal tersebut dirasa percuma untuk dilakukan, terlebih saat ini ada PPKM Darurat dan pembatasan masuk bagi wisatawan mancanegara (wisman).
“Kalau sekarang yang bertahan dari total anggota mungkin hanya separuh. Strategi banting harga pasti ya banyak yang sudah lakukan, tapi itu juga enggak menolong,” ungkapnya, Rabu (29/7/2021).
Ernanda melanjutkan, miringnya harga penginapan di NTB tidak dapat menolong pendapatan dan okupansi dalam industri perhotelan lantaran masalahnya terdapat pada permintaan.
Dia mengatakan, saat ini permintaannya tidak ada sehingga berapapun harga yang ditawarkan oleh hotel-hotel di NTB tidak terlalu memberi dampak.
“Harga termurah tergantung bintang, ada guest house Rp 150.000-an. Ada (penginapan) yang paling mahal Rp 500.000-an,” ujar Ernanda.
“Kalau sebelum pandemi, (harga penginapan) paling murah di angka Rp 250.000-Rp 300.000-an. Tapi kembali lagi, kalau permintaan tidak ada, mau dijual harga berapapun tidak menolong,” sambungnya.
Ernanda mengungkapkan, tingkat okupansi hotel di provinsi tersebut tinggal satu digit akibat PPKM Darurat yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sejak 3 Juli 2021.
“Untuk saat ini, selama PPKM dari awal bulan tanggal 3, hanya satu digit okupansi. Antara 5-7 persen. Sampai sekarang begitu,” ujarnya.
Menurut Ernanda, hal tersebut karena daerah yang menerapkan PPKM seperti Jawa dan Bali merupakan salah satu pasar perhotelan NTB.
Diterapkannya PPKM Darurat Level 4 dan Level 3 pada sejumlah daerah di dua pulau tersebut, lanjutnya, sangat memengaruhi para tamu yang tiba di sana.
“Apalagi kita juga terapkan PPKM di Mataram, juga kena. Jadi memang PPKM ini sangat berpengaruh bagi pariwisata. Bukan hanya hotel, tapi agen perjalanan kemudian UMKM karena (berkurangnya) pembelian oleh-oleh,” jelas Ernanda seperti dikutip Kompas.
Ernanda menjelaskan bahwa sebelum PPKM Darurat Jawa-Bali diterapkan dan Kota Mataram masuk sebagai daerah yang turut menerapkan PPKM, tingkat okupansi hotel di NTB sempat mencapai dua digit.
“Sebelum PPKM masih lumayan lah. Masih dua digit, di bawah 30 persen. Tapi anjlok banget sejak PPKM Darurat,” kata Ernanda.