Asosiasi General Manager Perhotelan Keberatan dengan Aturan Sertifikasi Halal, Apa Sebabnya?

0

ihgma.com – Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) sebagai asosiasi terbesar perhotelan di Indonesia yang menaungi para General Manager, mengajukan keberatan terkait kewajiban pemberlakukan sertifikasi halal untuk perhotelan yang diberlakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Ketua Bidang Hukum IHGMA, Erick Herlangga menuturkan, kewajiban sertifikasi halal bagi makanan atau minuman yang disajikan di hotel, bukan menjadi tanggung jawab hotel.

Menurut dia, kewajiban sertifikasi halal seharusnya diwajibkan hanya kepada pemasok makanan dan minuman hotel.

“Kami merasa perlu untuk mengklarifikasi beberapa hal, khususnya mengenai kewajiban sertifikasi yang lebih tepat diterapkan pada pemasok daripada pihak hotel,” kata Erick dalam keterangan resmi seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (27/10/2024).

Proses sertifikasi halal

Erick menuturkan dalam kegiatan operasional, hotel tidak secara langsung melakukan proses produksi makanan yang akan disajikan kepada tamu hotel.

Oleh karena itu, menurutnya kewajiban sertifikasi halal tidak seharusnya dibebankan kepada manajemen hotel, melainkan kepada pemasok bahan makanan.

“Hotel pada umumnya tidak melakukan penyembelihan hewan secara langsung, tetapi membeli bahan baku dari pemasok yang seharusnya telah memiliki sertifikasi halal. Oleh karena itu, seharusnya pemasok yang mendapatkan sertifikasi halal, sehingga hotel bisa memastikan bahan baku yang diterima sudah sesuai standar halal,” jelasnya.

Lebih lanjut, Erick mengungkapkan bahwa IHGMA telah mengajukan permohonan untuk berdiskusi lebih lanjut dengan BPJPH dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Tujuan dari diskusi ini adalah untuk mendukung implementasi UU Nomor 33 Tahun 2014 secara lebih efektif dan mencari solusi terbaik bagi industri perhotelan.

“Kami ingin memastikan bahwa hotel-hotel di Indonesia, yang menjual produk seperti alkohol juga tidak perlu sampai dilabeli nonhalal karena Undang Undang tidak mengatur itu terkecuali makanan nonhalal maka restaurannya wajib menuliskan nonhalal, ” tuturnya.

Kewajiban sertifikasi halal

Namun begitu, Erick memastikan IHGMA menyatakan mendukung penerapan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

“Kami mendukung Undang-Undang ini dan berharap bisa terlibat dalam diskusi langsung untuk memastikan implementasi yang tepat di sektor perhotelan,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, kewajiban sertifikasi halal untuk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia resmi diberlakukan pada Jumat (18/10/2024).

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham menegaskan bahwa produk yang belum memenuhi kewajiban sertifikasi halal akan dikenakan sanksi, mulai dari peringatan hingga penarikan produk dari peredaran.

“Kalau belum bersertifikat halal dan beredar di masyarakat, maka akan ada sanksinya, berupa peringatan tertulis atau penarikan produk dari peredaran,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Irham menjelaskan, ada tiga kelompok produk yang wajib bersertifikat halal, khususnya bagi pelaku usaha menengah dan besar.

Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

“Ketiga kelompok produk dari pelaku usaha menengah dan besar tersebut harus sudah bersertifikat halal mulai 18 Oktober 2024,” imbuhnya.

Namun demikian, Irham juga mengingatkan bahwa kewajiban ini belum berlaku bagi pelaku usaha kecil menengah (UMKM). Mereka diminta untuk segera mengurus sertifikasi halal sebelum kewajiban tersebut diberlakukan dua tahun mendatang, tepatnya pada 17 Oktober 2026.


Leave A Reply

Your email address will not be published.