Kisah Putu Aris Sanjaya, Putra Buleleng Bali Raih Gelar di Kompetisi Bartender Terbesar Dunia

0

ihgma.com – I Putu Aris Sanjaya Putra tampil gemilang pada ajang World Class Global Bartender 2024 di Shanghai, Tiongkok, pada 9-13 September 2024. Tak tanggung-tanggung, Aris Sanjaya bahkan berhasil menyabet gelar runner up pada ajang bartender terbesar di dunia ini.

Sosok Putu Aris Sanjaya Putra berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Pemuda asal Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar, Buleleng, ini bahkan mencetak sejarah baru setelah menempati peringkat kedua World Class Bartender of the Year.

Tak hanya itu, keahlian bartender Indonesia dalam meracik minuman (mixology) pun kini mulai diperhitungkan di kancah internasional.  Perjuangan Aris Sanjaya meraih gelar World Class  Bartender of the Year  bukanlah hal mudah.

Sejak pertama kali digelar 15 tahun silam, belum ada satupun wakil Indonesia yang mampu lolos delapan besar ajang Diageo World Class. Aris Sanjaya sejatinya sudah pernah menjajal kompetisi ini pada 2019 silam. Kendati demikian, ia harus berpuas di peringkat kedua nasional sehingga belum bisa mewakili Indonesia.

I Putu Aris Sanjaya Putra tampil gemilang pada ajang World Class Global Bartender 2024 di Shanghai, Tiongkok, pada 9-13 September 2024.
I Putu Aris Sanjaya Putra tampil gemilang pada ajang World Class Global Bartender 2024 di Shanghai, Tiongkok, pada 9-13 September 2024.

Untuk bisa melenggang ke babak final level dunia, Aris Sanjaya terlebih dahulu harus menjalani proses seleksi sebagai wakil Indonesia. Pada tahun 2024, proses seleksi nasional digelar di Jakarta bulan Juni lalu.

“Di sini saya berkompetisi dengan 16 bartender terbaik nasional, untuk diseleksi jadi wakil Indonesia,” ujarnya seperti dikutip dari berita Tribun Bali, Senin 16 September 2024.

Ajang ini mengkhusus pada kompetisi bartender di bidang mixology. Bidang ini lebih fokus ke seni mencampur minuman, bukan pada atraksi bartender.

Poin penting yang dinilai dewan juri pada ajang ini meliputi kompleksitas campuran, rasa, dan filosofi di baliknya.  Aris Sanjaya berhasil lolos seleksi nasional dan mewakili Indonesia di level dunia melalui racikannya yang bertajuk ‘Future Margarita’.

“Future Margarita ini mengisahkan bagaimana koktail margarita di masa depan, dengan konsep sustainability. Bahannya dari sisa bahan jus lemon, jeruk nipis, dan mengangkat produk petani madu kecil di Payangan. Minuman ini kemudian disajikan menggunakan gelas hasil daur ulang,” paparnya.

Pasca lolos seleksi nasional, pemuda 28 tahun itu kemudian terbang ke Shanghai untuk mengikuti babak final tingkat dunia Diageo World Class 2024. Ia harus berkompetisi dengan bartender berbakat dari 44 negara.

Hebatnya, Aris Sanjaya berhasil melenggang hingga babak delapan besar. Hal ini tidak terlepas dari ciri khas mixology yang telah berkembang di Bali.  Yang mana telah dia pelajari sejak satu dekade terakhir.

“Pada delapan besar ini, tiap peserta diminta mendirikan pop-up bar. Tak hanya itu, peserta juga diminta mempresentasikan enam koktail yang merepresentasikan konsep bar masing-masing,” ucapnya.

Pada tahap delapan besar ini, bar milik Aris Sanjaya mengambil konsep ‘Roots to Flower’ atau dari akar sampai bunga. Konsep ini memanfaatkan semua elemen tumbuhan sebagai racikan koktail. Mulai dari akar, batang, daun, bunga, buah, bahkan sampai kulit kayu.

“Saya sengaja memanfaatkan kulit kayu dari Indonesia yaitu kayu mesoyi. Elemen kulit kayu inilah yang membuat dewan juri penasaran. Bahkan menjadi highlight karena sempat dicoba oleh dewan juri,” ungkapnya.

Usahanya tersebut tak sia-sia. Terbukti Aris Sanjaya berhasil meraih peringkat dua World Class Global Bartender 2024 setelah Keegan McGregor asal Kanada.

“Tapi saya sudah cukup puas dengan hasil ini. Sebab saya berhasil jadi orang Indonesia pertama bahkan juga yang pertama di Asia Tenggara, yang berhasil menjuarai ajang bartender terbesar dunia,” katanya.

Tak hanya itu, ia bahkan mampu mengenalkan mixology khas Indonesia, khususnya Bali pada dunia internasional. Salah satunya adalah seni meracik jamu atau di Bali disebut loloh.

“Ini menjadi bukti bahwa nenek moyang kita di Indonesia, sejatinya sudah mengenal mixology. Jadi sebagai bartender, khususnya di Bali, tidak perlu mengekor budaya mixology luar. Sebaliknya kita tapi harus mempromosikan budaya sendiri,” tandasnya. (m fredey mercury)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.