BRICS: Gerbang Baru Pariwisata Indonesia

0

ihgma.com – saat ini dihadapkan pada kesempatan langka yang dapat merevolusi wajah pariwisatanya melalui pendekatan strategis dalam BRICS.

Kehadiran Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono di KTT BRICS di Rusia adalah lebih dari sekadar kehadiran diplomatik, melainkan sinyal kuat bahwa Indonesia siap memasuki pasar global dan menyerap arus wisatawan yang lebih beragam dan dinamis dari negara-negara anggota BRICS.

Sebagai negara kepulauan dengan ribuan destinasi menakjubkan dan budaya beragam, Indonesia dapat menawarkan pengalaman wisata unik yang tidak bisa ditemukan di negara lain.  Kesempatan ini harus diiringi strategi promosi yang efektif dan inovatif. Strategi pariwisata Indonesia di forum internasional seperti BRICS harus lebih dari sekadar branding atau pencitraan.

Perlu ada aksi nyata dalam memperkuat daya tarik dan infrastruktur wisata yang ada. Seperti pengemasan paket wisata yang secara khusus menarik bagi pasar BRICS.

Dengan memperkenalkan paket wisata yang berbasis pada ekowisata dan pariwisata budaya, Indonesia akan menonjol sebagai destinasi yang tidak hanya berfokus pada jumlah wisatawan, tetapi juga kualitas dan keberlanjutan pengalaman wisata.

Tur ramah lingkungan yang melibatkan masyarakat lokal, pengalaman budaya di pedesaan, serta kesempatan untuk terlibat dalam konservasi alam adalah beberapa opsi yang bisa dikembangkan dalam paket wisata tersebut.

Dengan ini, Indonesia dapat menjadi pelopor dalam pariwisata berkelanjutan di antara negara-negara berkembang lainnya.  Pemerintah Indonesia juga perlu memberikan insentif bagi investor BRICS agar bersedia menanamkan modal di sektor pariwisata, terutama dalam infrastruktur dasar yang masih perlu diperkuat.

Mengutip Kompas dari data terbaru dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi asing di sektor pariwisata Indonesia belum mencapai potensi maksimal, dengan sebagian besar investasi masih berpusat di Bali.

Untuk mengubah dinamika ini, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor asing dengan insentif seperti pembebasan pajak impor untuk peralatan infrastruktur dan pengurangan pajak pendapatan bagi investor asing yang berinvestasi di destinasi wisata di luar Bali.

Insentif ini dapat memperluas jaringan wisata Indonesia ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi wisata, tapi minim infrastruktur.

Peningkatan aksesibilitas juga merupakan aspek penting dalam memperkuat pariwisata Indonesia. Dalam konteks ini, kerja sama dengan maskapai dari negara-negara BRICS perlu ditingkatkan untuk membuka lebih banyak penerbangan langsung ke destinasi utama di Indonesia.

Pembukaan penerbangan langsung tidak hanya akan mengurangi waktu perjalanan wisatawan, tetapi juga meningkatkan arus wisatawan dari negara-negara BRICS yang cenderung mencari destinasi eksotis dan budaya baru.

Penerbangan langsung dari kota-kota besar seperti Moskow, New Delhi, atau Beijing dapat mendongkrak jumlah wisatawan mancanegara dan memberikan efek ekonomi berganda bagi industri lokal.

Di tengah kompetisi pariwisata global yang semakin ketat, akses yang mudah dan langsung ke destinasi wisata Indonesia akan menjadi nilai tambah besar. Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan keterlibatan dalam BRICS sebagai platform untuk memperluas diplomasi budaya.

Pariwisata bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga sarana untuk mempromosikan dan mempertahankan identitas budaya Indonesia di tengah arus globalisasi. Pemerintah dapat mendorong promosi kesenian lokal, festival budaya, dan kuliner khas Indonesia di acara-acara resmi BRICS untuk memperkenalkan pesona budaya Indonesia.

Inisiatif ini akan menciptakan kesadaran dan minat wisatawan dari negara-negara BRICS terhadap Indonesia sebagai destinasi budaya yang kaya, pada akhirnya dapat meningkatkan arus wisatawan budaya ke Indonesia. Tentu saja, semua upaya ini harus dibarengi peningkatan kualitas SDM pariwisata yang dapat diandalkan.

Dengan tenaga kerja yang terampil dan berwawasan internasional, Indonesia akan dapat menyajikan layanan prima yang sesuai dengan ekspektasi wisatawan asing, khususnya dari negara-negara BRICS yang memiliki budaya dan preferensi beragam.

Pemerintah dapat mengembangkan program pelatihan intensif yang tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis, tetapi juga pada pemahaman lintas budaya. Selain itu, upaya ini perlu didukung kolaborasi universitas dengan institusi pendidikan di negara-negara BRICS, guna menciptakan program pelatihan pariwisata yang inovatif dan adaptif dengan tren global.

Di samping itu, perlu adanya penguatan kerja sama teknologi ramah lingkungan dengan negara-negara BRICS untuk menjaga kelestarian destinasi wisata Indonesia. Negara-negara anggota BRICS, seperti China dan India, sudah memiliki teknologi hijau yang berkembang, yang dapat diterapkan di Indonesia untuk pengelolaan destinasi wisata alam.

Dengan kolaborasi ini, Indonesia dapat membatasi jejak ekologis dari kegiatan pariwisata, sekaligus menunjukkan komitmen terhadap konservasi lingkungan yang menjadi nilai tambah bagi wisatawan internasional.

Kerja sama teknologi hijau ini akan menjadi langkah strategis dalam mempertahankan keindahan alam Indonesia yang menjadi daya tarik wisata utama negara ini. Dalam jangka panjang, keberhasilan Indonesia dalam mengoptimalkan keanggotaan BRICS untuk pariwisatanya akan berperan besar dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu destinasi utama di dunia.

Dengan mengadopsi pendekatan berkelanjutan, inklusif, dan inovatif, Indonesia dapat menjadi model bagi negara berkembang lainnya dalam mengelola pariwisata berkelanjutan. Melalui langkah-langkah konkret ini, kehadiran Indonesia di BRICS tidak hanya akan membawa dampak ekonomi yang signifikan, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai simbol keberlanjutan, keanekaragaman budaya, dan destinasi yang bertanggung jawab di mata dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.