Wilayah Asei di Jayapura, Papua, Didorong Jadi Kampung Wisata 2024
Ted mengungkapkan bahwa selama ini banyak hal yang membuat pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Jayapura terhambat. Misalnya hal-hal seperti pembuatan Rancangan Induk Pengembangan Kepariwisataan (RAPIRDA) yang tidak pernah dilakukan kepala dinas sebelumnya.
“Sehingga sektor pariwisata tidak berkembang. Hal ini yang sedang dikejar, kita awali dengan Rancangan Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan (RAPIRDA) yang ditetapkan DPRD Kabupaten Jayapura menjadi RIPDA pada Desember 2023,” ujarnya.

Hal lainnya yang membuat sektor pariwisata kurang berkembang adalah minimnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Jayapura.
Minimnya anggaran juga yang akhirnya tidak cukup mengakomodir semua kegiatan kepariwisataan di jayapura, seperti FDS, dan Festival Bahari tanah Merah.
“Apakah kita hanya ingin mengelola FDS saja setiap tahun, padahal kegiatan kepariwisataan banyak, tetapi karena dana yang minim, sehingga lebih banyak dilakukan dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat,” kata Ted.
Untuk itu, dengan anggaran seperti ini, Ted mengungkapkan bahwa dibutuhkan strategi untuk memperoleh dukungan anggaran dari pemerintah pusat.
“Sehingga pembiayaan kepariwisataan tidak hanya menggunakan APBD, tetapi ada dukungan dari Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Alokasi Umum (DAU),” tuturnya.
Sementara itu, tahun ini anggaran untuk Festival Danau Sentani (FDS) disiapkan sebesar Rp 2 miliar untuk penyelenggaraan selama lima hari. Namun demikian, belum dipastikan kapan FDS akan diselenggarakan tahun ini, karena adanya sedikit pergeseran waktu dari tahun lalu.