Waduh! Bisnis Hotel di RI Ternyata Masih “Sakit”, Borok Ini Jadi Momok

0

ihgma.com – Bisnis hotel dan restoran di Indonesia ternyata belum mengalami pemulihan dari efek Pandemi Covid-19. Seperti diketahui, akibat pandemi, pembatasan aktivitas masyarakat menjadi kebijakan yang dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Pada saat pandemi, pergerakan manusia, termasuk berwisata atau sekadar menikmati hiburan di hotel maupun restoran dibatasi maksimal. Akibatnya, bisnis hotel dan restoran jadi sektor yang paling terdampak pembatasan aktivitas tersebut. Okupansi dilaporkan drop, hingga menyebabkan terganggunya keuangan dan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan hotel.

“Sampai saat ini sebenarnya bisnis hotel dan restoran ini belum pulih. Baru menuju pemulihan,” kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusranseperti dikutip dari berita  CNBC Indonesia, Jumat (23/8/2024).

“Memang di beberapa hotel, okupansinya sudah mulai meningkat. Ada yang sudah berkisar 70-an persen. Tapi, secara provinsi, bahkan secara nasional, belum sampai segitu. Nggak mungkin, belum ada itu sampai 70%. Kalau per hotel ada yang memang okupansinya sudah besar, misalnya karena memiliki daya tarik,” sebutnya.

Dan, imbuh dia, pemulihan bisnis hotel dan restoran tidak bisa hanya dilihat dari okupansi.

“Tapi mengukur kesuksesan suatu hotel tidak cukup hanya okupansi. Selain okupansi ada revenue. Misalnya kalau dilihat okupansi, mungkin sudah mendekati pemulihan. Tapi secara revenue masih jauh,” katanya.

Hal itu, lanjut Yusran, karena hotel juga belum bebas menaikkan tarif.

“Meningkatkan harga itu tidak mudah,” ujarnya.

“Apalagi, sekarang tamunya banyak menggunakan travel agent online (online travel agent/ OTA). Itu yang jadi isu sekarang. Komisinya kan tinggi sekali. Setelah Covid mereka naikin 3%. Bayangin setiap beli tiket di Online Travel Agent kan hotel terimanya bukan harga yang dibeli konsumen. Kena komisi 20%, jadi berkurang lagi itu 20%,”paparnya.

Kondisi ini, lanjut dia, turut membebani pelaku usaha sektor hotel dan restoran di Indonesia. Sebab, kata dia, ada isu yang belum diselesaikan pemerintah.

Yaitu, mengenai keberadaan OTA asing yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia. Akibatnya, kata dia, pengusaha hotel harus menanggung biaya-biaya seperti pajak yang seharusnya jadi tanggung jawab OTA jika memiliki badan hukum di Indonesia.

“Ini yang belum ditertibkan pemerintah,” pungkas Yusran.

Leave A Reply

Your email address will not be published.