Sandiaga Ungkap Rencana Moratorium Hotel, Pengusaha Bilang Bakal Sulit

0

ihgma.com, Jakarta – Pemerintah berencana melakukan moratorium atau menangguhkan izin pembangunan hotel untuk menjaga kualitas pariwisata di Indonesia, termasuk Bali bagian Selatan. Rencana ini pun disambut baik para pelaku usaha hotel di Indonesia. Namun, rencana itu diprediksi bakal sulit diimplementasikan.

Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengaku sangat setuju dengan adanya rencana moratorium pembangunan hotel tersebut. Menurutnya, keindahan alam tetap harus dijaga sejalan dengan meningkatkan kualitas dari pariwisata itu sendiri.

“Kalau ditanyakan apakah kita setuju? Memang sangat setuju. Karena kalau semua daerah dibangun menjadi bangunan, di mana keindahan alamnya lagi? Pertama keindahan alamnya hilang. Kemudian yang kedua, juga terjadi kepadatan penduduk,” kata Maulana seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (4/9/2024).

Ketika berbicara pariwisata, dia menjelaskan, tentunya dibutuhkan atraksi dan amenitas. Atraksi yang dimaksud bisa dari keindahan alam, maupun seni kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Ia pun menilai Bali sebagai daerah yang memang sudah memiliki modal utama untuk menjadi destinasi pariwisata.

Menparekraf Sandiaga Uno saat dijumpai di kompleks parlemen, Jakpus, Kamis (29/8). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Menparekraf Sandiaga Uno saat dijumpai di kompleks parlemen, Jakpus, Kamis (29/8). Foto: Thomas Bosco/kumparan

“Bali itu dikenal menjadi daerah destinasi pariwisata itu karena dia memiliki berbagai kaya akan budaya dan juga alamnya, seperti pantai, subak, sampai dengan seni budaya seperti pura dan seterusnya,” jelasnya.

Rencana yang Sulit

Namun seiring dengan adanya kebijakan otonomi daerah tingkat dua, dia menilai moratorium pembangunan hotel akan sulit dilakukan. Sebab, setiap kepala daerah memiliki target Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya masing-masing. Para kepala daerah itu pun akhirnya berlomba-lomba untuk meningkatkan PAD-nya, dan kesenjangan pun terjadi.

Sehingga akhirnya, lanjut dia, banyak daerah di Bali yang awalnya sudah diatur mana saja untuk jadi pusat amenitas dan mana saja daerah khusus atraksi menjadi bias.

“Akhirnya semua sawah itu berubah jadi bangunan. Itu bisa lihat di Ubud. Sementara daerah seperti di Badung kan PAD-nya paling tinggi, karena restoran dan hotel banyak berada di situ kan, tapi objek wisatanya sedikit. Tanpa disadari, orang-orang turis yang menginap di Badung itu dia jalan-jalannya ke Ubud, dia jalan-jalannya ke Kintamani,” terang dia.

Oleh karena itu, dia menilai rencana moratorium pembangunan hotel akan sulit terjadi dengan adanya permasalahan membangun pariwisata otonomi tingkat dua. “Kecuali seperti DKI Jakarta yang dipilih cuma gubernur,” lanjutnya.

Meski begitu, ia menekankan bahwa pihaknya sangat setuju jika Bali harus dimoratorium, karena Bali harus naik kelas. Katanya, Bali harus meningkatkan kualitas pariwisatanya, karena tidak bisa juga selamanya Bali dimasukkan wisatawan tanpa batas (unlimited).

“Moratorium itu adalah salah satu cara untuk menjadikan dia menjadi quality tourism. Sehingga nggak mungkin kita unlimited memasukkan orang ke dalam sampai akhirnya terjadi komplain kan. Begitu Bali sudah jadi mass tourism, harusnya dia memfilter menjadi quality tourism. Jangan kembali lagi ke mass tourism, maka dia akan mati,” kata Maulana.

“Nah itulah makanannya kita di Indonesia juga bisa melihat pembangunan tuh ada lagi super prioritas. Itu supaya jika crowded di sini, dia akan dicarikan daerah lain yang juga bisa menampung. Tapi daerah yang di Bali ini bukan ditinggalkan tapi menjadi quality tourism,” kata Yusran.

Leave A Reply

Your email address will not be published.