RI Banyak Libur Cuti Bersama, Pengusaha Teriak Protes Begini

0

ihgma.com, Jakarta – Kalangan dunia usaha mulai teriak karena libur panjang karena cuti bersama. Bulan Mei ini saja ada dua kali momen libur panjang.

Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Giriwardhana menilai banyak sektor yang akan terganggu dibanding sektor yang diuntungkan.

“Pemerintah mestinya tidak melihat libur nasional dampaknya hanya ke sektor pariwisata, tapi melihatnya secara makro karena ada industri lain yang terganggu secara keseluruhan. Ini berbahaya pada produktivitas kita,” kata Danang dalam Power Lunch, Rabu (22/5/2024).

Ketika produktivitas terganggu, maka output dari yang dihasilkan pun bisa menurun. Hal itu bakal berdampak pada daya saing Indonesia di tingkat global, khususnya pada sektor manufaktur.

“Ini udah bertahun-tahun begini, kami melalui APINDO melihat situasi libur panjang nasional dikaitkan libur nasional ini mengganggu produktivitas kita. Produktifitas Indonesia rendah di Asean, cuti bersama ini makin ganggu produktivitas,” ujar Danang.

Untuk itu pelaku usaha berharap pemerintah bisa mempertimbangkan usulan untuk tidak sering menerapkan cuti bersama. Pasalnya, di sisi lain industri manufaktur pun tengah menghadapi kenaikan upah setiap tahunnya.

“Benar harusnya dievaluasi ke depan, jadi tiap tahun ada seperti itu kita harus evaluasi secara lain nasional. Apalagi kenaikan upah ngga selalu beriringan dengan produktivitas,” kata Danang.

Apa kata buruh?

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, memang ada pabrik yang harus terus menerus beroperasi. Dia mencontohkan, pabrik benang filamen sintetis. Jika mesin pabrik berhenti beroperasi, ujarnya, bahan baku bisa membeku.

Sementara, ada juga pabrik yang terpaksa harus memacu kinerja di pabrik untuk mengejar target produksi sebelum masuk libur. Karena harus memenuhi target tenggat waktu pengiriman barang yang sudah sangat mepet.

“Jadi memang agak susah mengatur liburnya,” kata Ristadi seperti dikutip dari berita CNBC Indonesia, Jumat (17/5/2024).

“Pemerintah harus tegas saja soal cuti bersama. Iya, iya, tidak ya tidak. Jangan fakultatif. Bisa dilaksanakan bisa tidak. Ini membingungkan dan bisa memicu konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha,” tambahnya.

Dia mengatakan, maraknya cuti libur bersama berawal dari kebiasaan istilah hari kejepit dianggap sebagai hari libur.

“Banyak yang nggak masuk kerja karena tanggung,” cetusnya.

“Awal ada cuti bersama itu cuti tambahan, dulu kan untuk memberikan keleluasaan lebih waktu libur dari seharusnya saat hari raya keagamaan terutama bagi yang mudik. Dalam konteks ini tentu jika tidak ada cuti bersama maka khususnya pekerja akan kurang recovery fisik mental saat masuk kerja, karena kelelahan terburu-buru,” papar Ristadi.

Karena itu, imbuh dia, kalau mau adil, cuti bersama untuk semua. Dan jika ditiadakan pun juga untuk semuanya, jangan dibeda-bedakan.

“Soal teknis, sektor publik yang pelayanannya tidak boleh berhenti misal rumah sakit dan lain-lain bisa digeser liburnya, gantian liburnya agar pelayanan tetap bisa berjalan tapi hak pekerjanya juga tetap dipenuhi,” kata Ristadi.

“Jadi pemerintah tegas saja,” ujarnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.