Miris, Indeks Kebersihan Wisata Indonesia Masih Rendah
ihgma.com – Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa mengatakan, indeks kebersihan dan kesehatan atau health dan hygiene di destinasi wisata Indonesia masih rendah.
Sementara, dalam catatannya Indonesia berada di peringkat 89 dari 114 negara terkait pengelolaan kesehatan dan kebersihan. Tetapi di Travel and Tourism Development Index (TTDI) Indonesia naik peringkat ke-22 dari 119 negara di dunia pada 2024.
“Kita di Travel Tourism Development Index itu, memang angka kita naik 10 peringkat itu luar biasa, dari peringkat 32 menjadi peringkat 22. Tapi pada pilar health and hygiene kita masih rendah,” kata Puspa di Pantai Kedonganan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, seperti dikutip dari Merdeka pada pada Minggu (19/1).
Maka untuk itu, Kementerian Pariwisata saat ini sudah membentuk gerakan wisata bersih dan program itu diharapkan tahun ini berjalan dengan maksimal dan baik. Sehingga bisa menaikkan pilar indeks kesehatan dan kebersihan di destinasi wisata di Indonesia.
“Gerakan wisata bersih tidak hanya sampah tapi juga masalah toilet. Jadi ada dua konsen-nya di situ yaitu sampah di destinasi wisata juga toilet di setiap daya tarik wisata itu menjadi utama,” imbuhnya.
Namun menurutnya, gerakan wisata bersih ini harus dilakukan secara pentahelik yaitu dengan kementerian terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) termasuk dengan pemerintah daerah di Indonesia.
“Ini yang paling penting karena destinasi atau daya tarik wisata itu milk dari pemerintah daerah itu yang kita perlukan. Bagaimana gerakan wisata bersih ini nantinya akan membentuk ekosistem, termasuk di dalamnya tidak hanya bersih-bersih menangani sampah di destinasi. Tapi juga membentuk ekosistem bagaimana masyarakat punya kesadaran pentingnya menjaga kebersihan di daya tarik wisata,” jelasnya.
Kemudian, untuk titik lokasi gerakan wisata bersih dilakukan di lima destinasi wisata super prioritas atau DPSP yang mencakup Borobudur, Danau Toba, Likupang, Mandalika, dan Labuan Bajo, dan tiga lainnya di Bali, DKI Jakarta dan Kepulauan Riau.
“Karena memang kita terkait dengan anggaran. Jadi belum bisa seluruh daya tarik wisata. Tapi kita fokus dulu di sana, kalau ini berhasil di tahun ini kita berharap bisa kita teruskan dan menambah lagi ke lokasi-lokasi yang lain. itulah kenapa gerakan wisata bersih diinisiasi untuk bisa menaikkan pilar health and hygiene itu,” ujarnya.
Penyumbang Sampah Terbesar di Pulau Bali
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, hotel, restoran dan cafe (Horeca) di Pulau Bali menjadi penyumbang sampah sebesar 25 persen di Pulau Bali. Dia pun meminta sektor ini untuk mengelola sampah secara mandiri.
“Sumbangannya hampir sekitar lebih 25 persen. Jadi 50 sekian persen itu rumah tangga kita yang ada di Bali. Kemudian hotel cafe dan restoran itu menyumbang hampir 25 persen lebih,” kata Menteri Hanif, usai Rapat Koordinasi Penanganan Sampah Laut di Pulau Bali, di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (19/1).
Dia menyebutkan, kewajiban yang dimandatkan dalam peraturan pemerintah terkait pengelolaan sampah maka para pemegang pengelola kawasan seperti horeca wajib menyelesaikan sendiri sampahnya sampai tuntas dan sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanyalah sampah residu.
“Kami dengan Bapak Sekda dan Gubernur akan melakukan penanganan bersama. Jadi, saya akan terus mengevaluasi langkah-langkah yang akan diambil provinsi dan kabupaten dan kota. Saya akan pastikan para hotel dan cafe harus mengelola sampahnya sendiri, sehingga hanya residu yang boleh dibawa ke TPA nantinya, kita akan jalankan itu,” ujarnya.
“Dan kita punya semua instrumen, instrumen diskusi bisa, instrumen represif bisa, instrumen kuratif bisa. Jadi, semua instrumen akan kita gunakan bersama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten,” lanjutnya.
Ia menyebutkan, pihaknya akan melakukan rapat hari ini dengan pengelola horeca di Bali, karena mereka termasuk sumber penghasil sampah yang relatif besar setelah sampah rumah tangga di Bali.
“Jadi kepedulian mereka menyelesaikan sampah sendiri menjadi wajib ini. Pemerintah Provinsi Bali akan dengan serius menginisiasi ini namun sekali lagi kami juga tidak akan segan-segan untuk menerapkan langkah-langkah kuratif dan referensif bila mana diperlukan terkait dengan penyelenggaraan sampah di Bali,” katanya.
Dia menerangkan, penduduk di Pulau Bali sekitar 3,7 juta tetapi untuk wisatawannya mencapai sekitar 7 juta dan jika tidak serius mengurusi sampah ini tentu tidak baik bagi diplomasi Indonesia.
“Jadi kita serius mengawal Provinsi Bali dengan 7 juta wisatawannya. Dan Bali adalah wujud dari muka bangsa kita, kami tidak akan segan-segan untuk melakukan langkah apapun di dalam menyempurnakan tata kelola persampahan di Bali dengan sangat serius. Dan, semua pihak harus bertanggung jawab pemerintah provinsi pemerintah kabupaten dan kota dan seluruh lapisan masyarakat termasuk hotel dan restoran,” ujarnya.