Hotel di Bali Bertumbangan, Pengusaha Jelaskan Kondisi Sebenarnya

0

ihgma.com, Jakarta –  Agen konsultan properti, Colliers Indonesia, mencatat sepanjang tahun 2020-2023 hanya ada 817 kamar hotel baru di Bali. Namun, di saat bersamaan, ada pengurangan 1.591 kamar karena hotel-hotel tutup.

Menurut Colliers, penurunan pasokan tersebut diprediksi akan meningkatkan persaingan antar hotel di Bali. Namun, ternyata ada tanda-tanda minat investor masih tinggi disertai naiknya tingkat kunjungan wisatawan ke Bali. Hal ini mengindikasikan sektor pariwisata di Bali mulai bangkit dan ditandai masih banyak hotel tersedia di Bali.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, banyaknya hotel yang tutup akibat ketidakmampuan untuk bertahan.

“Kalau kita lihat dari Covid ya tentu penutupan itu mungkin apakah mereka bisa bertahan atau tidak, karena kan permasalahan yang terjadi pada saat Covid itu kan belum berarti sudah selesai saat ini. Semua di industri itu sedang berupaya untuk melakukan recovery di usahanya, dan kita tahu pada saat Covid sebenarnya tekanan atau dampaknya itu cukup dalam di dunia usaha,” kata Maulana kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/1/2024).

“Itu banyak hal yang nggak bisa mereka tutupi. Belum lagi relaksasi yang diberikan itu kan belum tentu semuanya bisa dapat, dan kalau dapat pun dibebankan ke belakang. Jadi itu menjadi tanggungan sepanjang proses yang kita katakan recovery (pemulihan),” ujarnya.

Maulana menjelaskan, pemulihan itu tidak sebatas dengan melihat dari data angka kunjungan atau tingkat okupansi, lantaran tingkat okupansi tidak berbanding lurus dengan sisi pendapatan atau revenue-nya.

“Karena tingkat okupansi itu tidak berbanding lurus dengan kalau kita lihat dari sisi pendapatannya. Itu jauh berbeda, jadi tidak hanya sekedar dari okupansi saja, karena okupansi itu bisa saja dia meningkat tapi peningkatannya itu tidak seirama dengan revenue,” terang dia.

“Kenapa seperti itu? Karena harga hotel itu kan dynamic (dinamis), itu dia mengikuti tingkat okupansi setiap harinya, setiap jam, dan setiap menitnya itu akan beriringan ke situ. Jadi semakin rendah okupansinya, maka harganya juga akan mengikuti turun, dan semakin tinggi tingkat okupansi pada saat itu harganya akan kembali ke published rate, jadi meningkat. Itu lah yang ada di hotel,” imbuhnya.

Lebih lanjut, selain efek domino pandemi, menurut Maulana ada sejumlah pemilik usaha hotel yang juga mungkin memiliki alasan lain saat memutuskan untuk menutup usaha hotelnya. Jadi, tidak sepenuhnya bisa diberi alasan karena efek domino pandemi Covid-19.

“Mungkin ada alasan yang tergantung dari masalah manajemen ya, kita kan nggak tahu ya kalau dia menjual atau menutup dan seterusnya itu seperti apa dan bagaimana kondisinya. Nah itu ada kebijakan dari internal. Jadi kita nggak bisa masuk ke dalam situ,” pungkasnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.