Heboh India Ganti Nama ke Bharat, Kronologi-Arti-Kontroversi
ihgma.com, Jakarta – Pemerintah India dilaporkan berencana mengganti nama negaranya menjadi Bharat. Pergantian nama ini, mengutip media lokal Economic Times yang mengutip Times Now, akan dilakukan di parlemen pada 18-22 September 2023 mendatang.
Namun apakah benar? Bagaimana pula penyebabnya dan sejauh apa kontroversi menyebar? Berikut faktanya dirangkum dari Reuters, Jumat (8/9/2023) seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Kronologi
“Huru-hara” ganti nama India dimulai saat Presiden India Droupadi Murmu memberi undangan resmi makan malam KTT G20. India diketahui akan menjadi tuan rumah acara yang berlangsung 9-10 September tersebut.
“Presiden Bharat”, tulis undangan tersebut.
Para kritikus kemudian pun menanggapi penggunaan bahasa Bharat dalam undangan tersebut dengan mendorong pemerintah agar nama tersebut diubah secara resmi. Bak gayung bersambut, media lokal melaporkan pemerintah Perdana Menteri (PM) Narendra Modi akan mengajukan permohonan resmi meski belum ada konfirmasi langsung pemerintah.
Nama Lama?
Sebenarnya nama Bharat bukan baru. Berdasarkan konvensi, undangan yang dikeluarkan oleh badan konstitusi India akan selalu menyebutkan nama India jika teksnya dalam bahasa Inggris dan nama Bharat jika teksnya dalam bahasa Hindi.
Bharat merujuk bahasa Hindi Bharat atau Bharata. Ini merupakan bahasa Sansekerta kuno yang diyakini berasal dari teks-teks Hindu awal bernama Purana, yang menggambarkan daratan luas tempat manusia hidup dan salah satu wilayah daratan ini disebut sebagai Bharatavarsa.
Sementara nama India berasal dari sungai Indus, yang dalam bahasa Sansekerta disebut Sindhu. Yunani mengidentifikasi wilayah tenggara Sungai Indus sebagai India bahkan sebelum kemunculan tokoh Alexander Agung di sana pada abad ketiga SM.
Memang nama Bharat dikatakan muncul lebih dulu dari India. Namun menurut beberapa ahli menyebut India lebih merujuk ke istilah untuk identitas sosiokultural, bukan geografi.
Dalam pembukaan konstitusi versi bahasa Inggris, memang negeri itu memulainya dengan kata-kata “Kami, rakyat India”. Namun kemudian di bagian pertama dokumen tersebut, negeri itu menyatakan “India, yaitu Bharat, akan menjadi Persatuan Negara-Negara”.
Nasionalis Hindu
Sebagai informasi, ideologi nasionalis Hindu pada pemerintahan Modi memang mendorong peningkatan penggunaan bahasa Hindi. Selama bertahun-tahun ini pemerintahan nasionalis Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Modi telah mengubah nama kota-kota kolonial kdengan tujuan “membantu India mengatasi mentalitas perbudakan”.
Sehingga desakan menggunakan nama Bharat menjadi hal lazim saat ini. Beberapa politisi partai Modi dan menteri juga telah meneriakkannya di media sosial.
“REPUBLIK BHARAT – senang dan bangga bahwa peradaban kita maju dengan berani,” kata politisi BJP Himanta Biswa Sarma.
“Negara kita adalah ‘Bharat’, hal ini tidak perlu diragukan lagi,” kata Menteri Persatuan Rajeev Chandrasekhar.
Amademen Khusus
Mengubah nama India menjadi Bharat sebenarnya memerlukan amandemen konstitusi. Ini harus disetujui oleh dua pertiga mayoritas di kedua majelis parlemen.
Namun pemberitaan yang beredar berdekatan dengan sidang khusus parlemen selama lima hari pada akhir bulan ini, yang tidak mengungkapkan agenda apa pun ke masyarakat. Namun sejauh ini tak ada konfirmasi dari pemerintah langsung.
Kontroversi
Meski beberapa pihak mendukung, NBC melaporkan terdapat sejumlah pihak kontra. Kritik mengecam pergantian nama dan menyebutnya “distorsi identitas negara yang sinis dan merugikan diri sendiri”.
“Pemerintah tidak seharusnya menghapusnya,” kata Vijender Singh, 28 tahun.
“India adalah nama yang sangat tua,” tambahnya menunjuk pemerintah seharusnya fokus ke pekerjaan dan fasilitas warga miskin alih-alih pergantian nama negara.
“Saya berharap pemerintah tidak sebodoh itu dengan sepenuhnya mengabaikan India, yang memiliki nilai merek yang tak terhitung jumlahnya yang dibangun selama berabad-abad,” tulis politisi partai oposisi Kongres di X, Shashi Tharoor.
Ganti Nama Negara Lain
Sebenarnya penggantian nama dilakukan pula oleh negara lain. Seperti Turki yang menyebut dirinya sekarang Turkiye.
Perubahan nama negara tersebut telah disetujui oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1 Juni 2022. Menteri Luar Negeri Turkiye, Mevlut Cavusoglu mengatakan, pergantian nama dilakukan untuk meningkatkan branding atau nilai merek negara tersebut.
Iran juga mengganti nama menjadi Persia. Ini dipengaruhi oleh Duta Besar Iran untuk Jerman yang dipengaruhi oleh Nazi, tahun 1935.
Nama Persia dianggap membuat rakyat kala itu terkotak-kotak, antara etnis Kurds dan Turds masih belum bersatu secara utuh dan memiliki rasa kebersamaan. Untuk itu, nama Iran diharapkan bisa menyatukan mereka.
Myanmar juga mengganti nama dari Burma di tahun 1989. Perubahan nama tersebut diakui oleh PBB dan beberapa negara seperti Prancis dan Jepang.
Hal sama juga dilakukan Thailand, yang dulunya Siam, di tahun 1939 dan bahkan Belanda atau Netherlands, yang dulunya Holland di 2020. Di tahun 1937, Irlandia juga merubah namanya untuk menghapus seluruh ikatan dengan Inggris setelah berperang secara sengit selama dua tahun.