Ditemukan Dugaan Pengoplosan Gas Elpiji Saat Sidak Horeka, PHRI Bali Angkat Bicara
ihgma.com, Denpasar – Terkait ada dugaan elpiji oplosan yang ditemukan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) saat menggelar sidak hotel, restoran, dan kafe (horeka) yang digelar pada bulan April, wilayah terindikasi adanya elpiji oplosan itu salah satunya di Bali, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali angkat bicara.
Ketua PHRI Provinsi Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau sapaan akrabnya Cok Ace ini saat dikonfirmasi pada Jumat 31 Mei 2024 mengatakan, tindakan yang melawan hukum termasuk oplosan gas, perlu ditindak tegas.
“Tidak sampai di situ saja, juga perlu dikaji penyebab, orang terdorong untuk melakukan kejahatan, apakah salah satunya adalah karena banyaknya perusahaan-perusahaan liar, yang berdampak pada persaingan harga yang tidak sehat sehingga usaha yang dilakukan agar tetap bisa bersaing,” ucap Cok Ace seperti dikutip dari berita Tribun Bali.
Cok Ace menilai, apakah hotel/restoran ini membeli gas oplosan karena untuk menekan biaya produksi, antara lain dengan membeli gas oplosan.
“Ini perlu kajian secara holistik, sehingga kejahatan seperti ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang,” tambahnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Jakarta mencurigai selisih harga beli komunitas yang di bawah harga pasaran, yakni LPG tabung 50 kilogram sebesar Rp 600 ribu sedangkan harga resmi yang dijual dari Pertamina sekitar Rp 900 ribu.
Adapun, Dadan mengatakan pada sepanjang tahun 2022 hingga 2024 sudah ditemukan sebanyak 149 kasus pidana terkait pemindahan isi gas dari tabung LPG 3 kg ke tabung LPG non subsidi dan sebanyak 23 kasus pelanggaran administrasi.
Dadan pun menambahkan, pelanggaran yang dilakukan apabila terbukti bersalah harus diberikan sanksi tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sesuai Pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang berbunyi “Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)”.