Cerita Jamu Indonesia; Eksis di Hotel Berbintang, Kini Diakui UNESCO
Budaya Sehat Jamu (Jamu Wellness Culture) resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) ke-13 dari Indonesia yang masuk ke daftar WBTb Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), pada hari Rabu pekan lalu.
Jamu adalah ramuan turun-temurun tradisional khas Indonesia berupa minuman yang berasal dari tumbuhan atau tanaman obat dan rempah makanan.
Diakuinya jamu Indonesia oleh Indonesia disambut antusias sejumlah hotel di Surabaya yang selama ini secara khusus menyajikan jamu tradisional di tempatnya. Salah satunya adalah Santika Premiere Gubeng.
“Kita bangga ya, karena ternyata jamu tradisional yang selama ini kita sajikan juga diakui dunia (UNESCO). Apalagi kan tidak banyak hotel secara khusus menyediakan minuman jamu tradisional,” ujar Radinia Pitaramita, Public Relations Hotel Santika Premiere Gubeng, kepada Basra seperti dikutip dari Kumparan, Senin (11/12).
Jamu di hotel ini disediakan saat menu sarapan pagi. Disimpan dalam botol-botol jamu yang terbuat dari kaca yang biasa dibawa oleh pedagang jamu gendong, ditutup dengan daun pisang, jamu-jamu tersebut disajikan dalam keadaan dingin.
Perempuan yang kerap disapa Pipit ini menuturkan, ada tiga jenis jamu yang disajikan yakni sinom, beras kencur, dan kunyit asam. Ketiga jamu ini menjadi favorit tamu hotel.
“Kita pernah rolling atau ganti sajian jamunya. Pernah temulawak dan jamu lainnya, tapi yang dicari tetap ketiga jamu itu, terutama beras kencur ya,” tukasnya.
Jamu sinom terbuat dari bahan dasar daun asam muda (sinom). Sinom dikenal dengan rasanya yang enak, nikmat, menyegarkan, pelepas dahaga.
Sedangkan jamu kunyit asam dikenal sebagai minuman kesehatan untuk perempuan. Jamu yang terbuat dari bahan dasar rempah kunyit dan asam Jawa ini dipercaya bisa melancarkan haid, mengatasi bau badan, dan menghaluskan kulit.
Ada pun jamu beras kencur merupakan salah satu jamu tradisional khas Indonesia yang menggunakan bahan utama berupa beras dan kencur.
Pipit berharap dengan diakuinya jamu oleh UNESCO semakin mendorong masyarakat untuk terus mengkonsumsi jamu-jamu khas Indonesia.
“Sekarang kan juga mulai jarang kita jumpai penjual jamu gendong. Nah dengan adanya pengakuan dari UNESCO ini makin membuat kita termotivasi untuk terus melestarikan budaya jamu sehat,” tandasnya.