Bukan Jakarta, Pariwisata Daerah Ini Bisa Paling Terpuruk Efek PPN 12%
ihgma.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menyoroti dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang dinilai akan paling terasa di wilayah luar Pulau Jawa. Keterbatasan transportasi dan tingginya biaya perjalanan di daerah-daerah tersebut menjadi alasan utama mengapa beban kenaikan pajak akan lebih berat bagi kawasan ini.
“Yang jelas paling terdampak itu wilayah di luar Pulau Jawa. Kenapa? Karena mereka sangat bergantung pada transportasi udara, sementara kenaikan PPN otomatis akan memicu kenaikan harga tiket pesawat dan biaya perjalanan lainnya,” kata Maulana seperti dikutip dari CNBC Indonesia pada Jumat (22/11/2024).
Berbeda dengan Pulau Jawa yang memiliki berbagai alternatif transportasi, katanya, wilayah luar Jawa sebagian besar mengandalkan perjalanan udara. Kenaikan PPN akan berdampak pada berbagai komponen, termasuk bahan bakar pesawat (avtur) dan biaya operasional maskapai, sehingga tiket pesawat berpotensi mengalami kenaikan signifikan.
“Bayangkan sebelum PPN itu dinaikkan, kendala dari Indonesia Timur (ataupun) Barat, semua yang berada di ujung-ujung itu, inflasi yang terbesar adalah dari tiket pesawat. Nah, tentu dengan kenaikan PPN, impact kenaikan tiket pesawat itu akan terjadi lagi. Itu sudah pasti. Karena dari PPN terhadap avtur dan lain sebagainya,” jelasnya.
Pembatalan Order
Maulana juga menyoroti potensi pembatalan kegiatan korporasi dan pemerintah di luar Jawa akibat peningkatan biaya perjalanan. Dengan anggaran yang terbatas, banyak institusi cenderung mengalihkan kegiatan mereka ke wilayah Jawa yang lebih mudah diakses dan lebih terjangkau.
“Sementara di daerah-daerah di luar Pulau Jawa itu terjadi cancellation karena kenaikan harga tiket. Karena biaya tiket itu juga termasuk yang harus mereka akomodir dalam membuat budget kegiatan mereka di berbagai daerah,” ungkap dia.
Dia menyebut wilayah Indonesia Timur dan Barat yang selama ini mengandalkan pariwisata sebagai salah satu pilar ekonominya, berisiko kehilangan wisatawan domestik. Padahal, wisatawan Nusantara/domestik merupakan penggerak utama sektor pariwisata di daerah-daerah tersebut.
Lebih lanjut, Maulana menilai kenaikan PPN diperkirakan akan mengurangi daya beli masyarakat, yang berdampak langsung pada minat wisatawan untuk bepergian ke luar Pulau Jawa. Hal ini akan mempengaruhi okupansi hotel, restoran, dan sektor pendukung lainnya di daerah tersebut.
“Kawasan di luar Jawa sangat bergantung pada wisatawan Nusantara. Jadi kalau daya belinya terus menurun, tentu demand daripada hotel dan restoran itu otomatis akan terpukul,” katanya.
Melihat dampak signifikan yang akan dirasakan, Maulana berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan kenaikan PPN menjadi 12%. Menurutnya, pemulihan sektor pariwisata yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi harus menjadi pertimbangan utama dalam menetapkan kebijakan fiskal.
“Pasca Covid-19, bisnis atau sektor pariwisata, khususnya industri hotel dan restoran memang belum mencapai titik recovery-nya. Jadi ini agak menyulitkan bagi sektor pariwisata. (Sementara) kalau ditanya ke mana, siapa, daerah mana yang akan akan lebih terdampak terhadap kenaikan PPN ini, ya tentu wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa utamanya,” pungkasnya.