ASITA Jadi Lokomotif Pariwisata Bali, Berharap Dukungan Pemerintah Khususnya Atasi Sampah & Macet!
ihgma.com – DPD Asita Bali, sebagai asosiasi yang menaungi biro perjalanan wisata (BPW), merupakan lokomotif pariwisata sekaligus sebagai duta promosi destinasi wisata.
Bahkan memberikan kontribusi besar bagi negara, khususnya dari hasil pariwisata hingga mencapai sekitar 50 persen.
Untuk itu, dukungan dari pemerintah sangat diperlukan. Seperti proteksi terhadap BPW member Asita Bali. Khususnya terkait harga tiket masuk di seluruh DTW. Sehingga pengusaha lokal bisa tetap bersaing sehat.
“Ya bayangkan saja, seorang BPW membawa 10 ribu tamu dan datang rutin. Kemudian diberikan harga sama dengan yang datang setahun sekali, kan tidak fair ya,” tegas I Putu Winastra, Ketua DPD Asita Bali, 16 April 2024 di Sanur, Denpasar seperti dilansir Tribun Bali.

Ia melanjutkan, hal itu sesuai dengan Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. Serta Pergub Provinsi Bali Nomor 28 Tahun 2020, tentang Tata Kelola Pariwisata Bali.
Sehingga ia memohon kerjasama semua pihak, baik BPW, destinasi wisata, pemerintah, dan stakeholder lain demi keberlangsungan wisata Bali yang sustainable ke depannya.
Kemudian Asita Bali juga meminta atensi, khususnya law enforcement pada pelanggar hukum yang berdampak berat. Apalagi pada reputasi industri pariwisata secara menyeluruh.
Memberikan fasilitasi kepada industri pariwisata, khususnya BPW anggota Asita Bali dalam melakukan kegiatan promosi di dalam dan luar negeri.

“Pemerintah sudah memberikan dukungan, terkait promosi yang dilaksanakan di luar negeri baik ITB Berlin dan event lain. Harapan kami ke depan, pemerintah bisa memberikan kontribusi lebih karena promosi yang kami lakukan tidak hanya produk kami saja. Tapi juga destinasi dan itu kan domain pemerintah,” tegas Winastra.
Maksudnya, saat ini bahkan Asita Bali harus membayar hampir Rp 30 juta sampai Rp 40 juta untuk event penting di luar itu.
Winastra tidak masalah dengan kontribusi, namun jumlahnya tidak sesignifikan itu dan setengahnya bisa dibantu pemerintah. Hal ini juga berkaitan dengan dukungan terhadap Asita Bali, dalam mempromosikan Bali dan Indonesia.
Yang kemudian, kata dia, ujungnya akan kembali masuk ke pemerintah dari hasil pariwisata dan kedatangan turis. “Jangan deh bicara jauh, paviliun kita kalah sama Vietnam dan Malaysia di luar,” tegasnya.
Selain itu, Winastra juga meminta agar stakeholder terkait memberikan service berkualitas dan terbaik saat turis datang ke Bali.
Sesudah promosi, tentu saja turis akan datang ke Indonesia khususnya Bali. Bandara sebagai pintu utama dan pelabuhan, harus menjadi yang terbaik dalam pelayanan, guna memberikan citra bahwa Pulau Dewata adalah destinasi wisata yang berkualitas.
Mengenai pungutan bagi wisman, Asita Bali hanya meminta agar ada anggaran untuk mengatasi sampah dan kemacetan di Bali. “Ini kan momok dan memberi citra negatif,” imbuhnya.
Semuanya ini demi sustainablenya wisata di Bali, apalagi pesaing baik di dalam dan luar negeri juga kian memperbaiki diri. Mempercantik alam mereka, memperbaiki service, dan lain sebagainya.
Bali pun harus berbenah ke depan, agar tetap dicintai turis dan menjadi pemasukan bagi warganya serta bagi negara.